Nama Resmi | : | Kabupaten Majalengka |
Ibukota | : | Majalengka |
Provinsi | : | Jawa Barat |
Batas Wilayah | : | Utara: Kabupaten IndramayuSelatan: Kabupaten CiamisBarat: Kabupaten SumedangTimur: Kabupaten Cirebon |
Luas Wilayah | : | 1.204,24 Km² |
Jumlah Penduduk | : | 1.235.769 Jiwa |
Wilayah Administrasi | : | Kecamatan : 26, Kelurahan : 13, Desa : 323 |
Website | : | http://www.majalengkakab.go.id
(Permendagri No.66 tahun 2011)
|
Sejarah
Sekitar
tahun 1480 (pertengahan abad XV) Mesehi, di Desa Sindangkasih 3 Km dari
Kta Majalengka ke Selatan, bersemayam Ratu bernama Nyi Rambut Kasih
keturunan Prabu Sliliwangi yang masih teguh memeluk Agama Hindu. Ratu
masih bersaudara dengan Rarasantang, Kiansantang dan Walangsungsang,
kesemuanya telah masuk Agama Islam.
Adanya
Ratu di daerah Majalengka adalah bermula untuk menemui saudaranya di
daerah Talaga bernama Raden Munding Sariageng suami dari Ratu Mayang
Karuna yang waktu itu memerintah di Talaga.
Di
perbatasan Majalengka - Talaga, Ratu mendengar bahwa di darah tersebut
sudah masuk Islam. Sehingga mengurungkan maksudnya dan menetaplah Ratu
tersebut di Sindangkasih, dengan daerahnya meliputi Sindangkasih, Kulur,
Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan
Cijati.
Pemerintahannya
sangat baik terutama masalah pertanian yang beliau perhatikan dan juga
pengairan dari Beledug-Cicurug-Munjul dibuatnya secara teratur.
Kira-kira tahun 1485 putera Raden Rangga Mantri yang bernama Dalem
Panungtung diperintahkan menjadi Dalem di Majalengka, yang mana membawa
akibat pemerintahan Nyi Rambut Kasih terjepit oleh pengaruh Agama Islam.
Kemudian
lagi pada tahun 1489 utusan Cirebon, Pangeran Muhammad dan istrinya
Siti Armilah atau Gedeng Badori diperintahkan untuk mendatangi Nyi
Rambut Kasih dengan maksud agar Ratu maupun Kerajaan Sindangkasih masuk
Islam dan Kerajaan Sindangkasih masuk kawasan ke Kesultanan Cirebon. Nyi
Rambut Kasih menolak sehingga timbul pertempuran antara pasukan
Sindangkasih dengan pasukan Kesultanan Cirebon. Kerajaan Sindangkasih
menyerah dan masuk Islam, sedangkan Nyi Rambut Kasih tetap memeluk agama
Hindu.
Mulai saat inilah ada Candra Sangkala Sindangkasih Sugih Mukti - tahun 1490.
ABAD XVI AGAMA ISLAM MASUK DAERAH MAJALENGKA
Daerah-daerah
yang masuk Daerah Kesultanan Cirebon, dan telah semuanya memeluk Agama
Islam adalah Pemerintahan Talaga, Maja, Majalengka. Penyebaran Agama
Islam di daerah Majalengka terutama didahului dengan masuknya para
Bupati kepada agama itu. Kemudian dibantu oleh penyebar-penyebar lain
antaranya : Dalem Sukahurang atau Syech Abdul Jalil dan Dalem Panuntun,
semua di Maja; Pangeran Suwarga di Talaga dan yang lainnya Pangeran
Muhammad, Siti Armilah, Nyai Mas Lintangsari, Wiranggalaksana,
Salamuddin, Puteran Eyang Tirta, Nursalim, RH Brawinata, Ibrahim,
Pangeran Karawelang, Pangeran Jakarta, Sunan Rachmat di Bantarujeg dan
masih banyak lagi.
Tahun
1650 Majalengka masuk pengaruh Mataram karena Cirebon telah menjadi
kekuasaan Mataram. Waktu itu Cirebon dipegang oleh Panembahan Ratu II
atau Sunan Girilaya.
PENGARUH SULTAN AGUNG MATARAM ABAD XVII
Tahun
1628 Tumenggung Bahureksa diperintahkan oleh Sultan Agung untuk
menyerang Batavia, dengan bantuan pasukan-pasukan dari daerah-daerah
manapun masalah logistiknya, juga pendirian loji-loji sebagai persediaan
loistiknya di daerah Majalengka Utara, loji-loji banyak didirikan di
Jatiwangi, Jatitujuh dan Ligung.
Mataram
berpengaruh besar terhadap Majalengka, dimana banyak orang Mataram yang
tidak sempat kembali ke tempat asalnya dan menetap di Majalengka.
Abad
ke-XVII merupakan juga bagian dari pada peristiwa pertempuran Rangga
Gempol yang berusaha membendung pasukan Mataram ke wilayah Priangan. Hal
ini perlu diketahui bahwa wilayah Priangan akan diserahkan kepada
V.O.C. (tahun 1677). Pasukan Rangga Gempol mundur ke Indramayu dan
Majalengka.
Hubungan
sejarah Sumedang yang menyatakan bahwa Geusan Ulun merupakan penurun
para bupati Sumedang. Majalengka waktu itu masuk kekuasaan Sunan
Girilaya, konon menyerahkan daerah Majalengka kepada Sunan tersebut
sebagai pengganti Putri Harisbaya yang dibawa lari dari Keraton Cirebon
ke Sumedang. Tahun 1684 Cirebon diserahkan Mataram kepada V.O.C. maka
otomatis Majalengka masuk daerah V.O.C.
MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN PENGHAPUSAN KEKUASAAN BUPATI ABAD XVIII
Tahun
1705, seluruh Jawa Barat masuk kekuasaan Hindia Belanda, pada tahun
1706 pemerintah kolonial menetapkan Pangeran Aria Cirebon sebagai
seorang Gubernur untuk seluruh Priangan. Olehnya para bupati diberi
wewenang untuk mengambil pajak dari rakyat, termasuk Majalengka bagi
kepentingan upeti kepada pemerintah Belanda.
Paksaan penanaman kopi di daerah Maja, Rajagaluh dan Lemahsugih mengakibatkan banyak rakyat yang jatuh kelaparan.
MAJALENGKA PADA ABAD XIX
Tidak
saja tanam paksa kopi, Pemerintah Hindia Belanda pun memaksa rakyat
untuk menanam lada, tebu dan tanaman lain yang laku di pasaran Eropa.
Hal ini semakin menambah berat beban rakyat sehingga kesengsaraan dan
kelaparan terjadi di mana-man.
Tahun
1805 terjadi pemberontakan oleh Bagus Rangin dari Bantarjati menentang
Belanda. pertempuran pun pecah dengan sengitnya di daerah Pangumbahan.
Pasukan
Bagus Rangin yang berkekuatan ± 10.000 orang kalah dan terpaksa
mengakui keunggulan Belanda. Tanggal 12 Juli 1812 Bagus Rangin menerima
hukuman penggal kepala di kali Cimanuk dekat Karangsambung, sekarang
beliau dinobatkan sebagai pahlawan. Waktu itu pada masa pemerintahan
Gubernur Hindia Belanda Henrick Wiesel (1804-1808) dan dilanjutkan oleh
herman Willem Daendels (1808-1811) kemudian oleh Thomas ST Raffles
(1811-1816).
PEMERINTAHAN BARU DI MAJALENGKA
Dengan bisluit Gubernur Jendral tanggal 5 Januari tahun 1819 berdirilah Keresidenan Cirebon dengan Kabupaten Cirebon, Raja Cola, Bangawan Wetan, Maja dan Kuningan. Selanjutnya Kabupaten Maja atau Kabupaten Sindangkasih menjadi Kabupaten Majalengka.
Kabupaten Majalengka sejak tahun 1819 sampai sekarang telah mengalami 22 kali masa pemerintahan yang dipimpin oleh Bupati/Kepala Daeah.
Geografis
Kabupaten Majalengka terletak antara 108¡61'108¡48' Bujur Timur dan 6¡14'-7¡24' Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
o Sebelah Barat Kabupaten Sumedang
o Sebelah Timur Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon
o Sebelah Utara Kabupaten Indramayu
o Sebelah Selatan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya
• Luas wilayah Kabupaten Majalengka : 1.204,24 Km² (120,424 ha) atau 2,71% dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat.
• Wilayah Administrasi Kabupaten Majalengka terdiri atas 23 Kecamatan yang terbagi dalam 13 Kelurahan dan 317 Desa.
• Jarak dari ibu kota Kabupaten Majalengka (kota Majalengka) ke ibu kota Propinsi Jawa Barat (kota Bandung) sekitar 110 Km dengan waktu tempuh 2-3 jam, dan jarak ke ibu kota negara (kota Jakarta) sekitar 300 Km dengan waktu tempuh perjalanan 5-6 jam.
Dengan bisluit Gubernur Jendral tanggal 5 Januari tahun 1819 berdirilah Keresidenan Cirebon dengan Kabupaten Cirebon, Raja Cola, Bangawan Wetan, Maja dan Kuningan. Selanjutnya Kabupaten Maja atau Kabupaten Sindangkasih menjadi Kabupaten Majalengka.
Kabupaten Majalengka sejak tahun 1819 sampai sekarang telah mengalami 22 kali masa pemerintahan yang dipimpin oleh Bupati/Kepala Daeah.
Geografis
Kabupaten Majalengka terletak antara 108¡61'108¡48' Bujur Timur dan 6¡14'-7¡24' Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
o Sebelah Barat Kabupaten Sumedang
o Sebelah Timur Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon
o Sebelah Utara Kabupaten Indramayu
o Sebelah Selatan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya
• Luas wilayah Kabupaten Majalengka : 1.204,24 Km² (120,424 ha) atau 2,71% dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat.
• Wilayah Administrasi Kabupaten Majalengka terdiri atas 23 Kecamatan yang terbagi dalam 13 Kelurahan dan 317 Desa.
• Jarak dari ibu kota Kabupaten Majalengka (kota Majalengka) ke ibu kota Propinsi Jawa Barat (kota Bandung) sekitar 110 Km dengan waktu tempuh 2-3 jam, dan jarak ke ibu kota negara (kota Jakarta) sekitar 300 Km dengan waktu tempuh perjalanan 5-6 jam.
Visi
Visi filosofis Kabupaten Majalengka adalah "terwujudnya masyarakat Sindangkasih Sugih Mukti Bagja Raharja". Visi filosofis tersebut diimplementasikan pada visi Kabupaten Majalengka Tahun 2002 - 2006 yaitu: "Majalengka Kabupaten Agribisnis termaju di Jawa Barat Tahun 2010 Berbasis Masyarakat Agamis dan Partisipatif."
Misi
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan lima Misi sebagai berikut :
1. Meletakan landasan untuk menyiapkan Majalengka menjadi Kabupaten Termaju dalam bidang Agribisnis di Jawa Barat tahun 2010.
2. Mendorong dan mengembangkan kehidupan masyarakat Kabupaten Majalengka yang agamis, maju dan berbudaya.
3. Meningkatkan partisipasi aktif dan kemitraan yang sinergi seluruh komponen penyelenggara pemerintahan dan pembangunan menuju pemerintahan yang demokratis, bersih dan erbuka.
4. Memantapkan Otonomi Daerah melalui peningkatan kualitas profesionalitas dan dedikasi aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
5. Memberdayakan ekonomi rakyat dan perekonomian daerah dengan basis agribisnis, industri, pariwisata dan sektor unggulan lainnya dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Arti Logo
Bentuk
Lambang Daerah berupa sebuah Perisai bersudut lima bersisi hijau muda,
dasar hijau muda yang di tengah-tengahnya terdapat lukisan yang terdiri
dari 9 (sembilan) macam wujud benda yaitu :
1. Batang tanpa dahan berwarna hitam putih.
2. Selendang berwarna biru muda bersisi putih bertuliskan Sindangkasih Sugih Mukti warna putih.
3. Air/sungai berwarna puti dan biru muda.
4. Bangunan 3 (tiga) suhunan berwarna kuning tua bergaris sisi hitam dan putih sejajar
੦ Gunung berwarna biru
੦ Padi berwarna kuning bergaris sisi hitam
੦ Kapas berwarna putih kuning bergaris sisi hitam
5. Kompas/mata angin berwarna hitam kuning.
6. Pita merah putih yang mengelilingi 9 (sembilan) wujud benda.
Ukuran
Lambang Daerah yang berupa sebuah perisai tersebut pada point 1 di atas
adalah 2 (dua) berbanding 3 (tiga). Lambang Daerah mengandung makna
sebagai berikut :
1. PERISAI, Melambangkan
perjuangan dalam menempuh gelombang hidup dan kehidupan dengan
ranjau-ranjau bahaya dan aneka pertempuran lahir batin.
2. BERSUDUT LIMA, Melambangkan Dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.
3. DASAR HIJAU MUDA, Melambangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
4. BANTANG tanpa
dahan, tanpa ranting, tanpa daun, tanpa pucuk, tegak lurus
tunggal, muncul dari sudut bawah perisai menjulang ke atas sampai
ke bawah puncak gunung, melambangkan pohon maja sebagai pohon pangkal
dan asal permulaannya, yang dilambangkan dengan warna hitam dan putih
berseling-seling.
5. SELENDANG dengan warna biru tua adalah suatu pelengkap pakaian wanita: melambangkan kepada masa kebesaran Ratu Nyi Rambut Kasih.
6. AIR/SUNGAI, Melambangkan
watak jiwa manusia yang tidak pernah putus asa, warnanya biru
muda sebagai tanda kesetiaan, berseling putih sebagai ciri
kesucian
7. BANGUNAN BERJUMLAH (TIGA) SUHUNAN, Melambangkan
3 (tiga) kebutuhan pokok hidup manusia dalam wujud benda yaitu
sandang, pangan dan papan, warnanya kuning tua melambangkan kematangan
jiwa.
8. GUNUNG, Sebagai lambang keagungan dengan warna biru tua perlambang keteguhan.
9. PADI, Melambangkan kemakmuran dan kejayaan daerah, warnanya kuning tua mengandung palsafah kematangan jiwa.
10. KAPAS, Melambangkan
kemakmuran dan kejayaan daerah, warnanya putih bersih dengan
tangkai/kelopak kuning tua melambangkan pengabdian yang tulus disertai
kematangan jiwa.
11. KOMPAS, disebut
juga pedoman melambangkan manusia hidup harus memiliki ketentuan
arah dan tujuan, arah yang tidak menyesatkan warnanya kuning tua
menunjukkan kematangan jiwa.
12. PITA PUTIH, Melambangkan kepribadian Bangsa Indonesia.
Nilai Budaya
a. Museum Talaga Manggung
Museum
Talaga Manggung berada di Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga. Dimana
jarak yang harus ditempuh untuk menuju ke museum ini yaitu +26 km dari
pusat kota Majalengka. Akses menuju lokasi tersebut sudah baik, dimana
tidak hanya bisa di tempuh oleh kendaraan pribadi melainkan dapat di
tempuh oleh angkutan umum seperti Maja – Cikijing, Cikijing – Bandung
dan sebagainya. Banyaknya peninggalan sejarah dari Kerajaan Talaga
Manggung seperti kereta kencana, peralatan perang, dan alat kesenian,
yang menjadi daya tarik tersendiri, dan adanya adat memandikan perkakas
yang rutin dilaksananakan setahun sekali. Pengunjung yang datang
kelokasi wisata budaya ini pada umumnya pelajar. Untuk tiket masuk pada
lokasi wisata budaya ini tidak ada ketentuan biaya yang harus di
keluarkan hanya sebatas sumbangan sukarela. Serta masih kurangnya
fasilitas penunjang yang ada di Museum Talaga Manggung.
Selain
Museum Telaga Manggung, di Kabupaten Majalengka terdapat dua tempat
bersejarah lainnya seperti Monumen Perjuangan Kawunghilir (Ceper, Baki
tempat sirih, peti kayu besar, dan senjata) yang berada di Desa Cigasong
dan Tugu Peringatan Riwayat Bangun Rangin yang berada di Kecamatan
Jatitujuh.
b. Rumah Adat Penjalin
Kabupaten
Majalengka memiliki Rumah Adat Penjalin yang berada di Desa Panjalin
Kidul , Kecamatan Sumberjaya yang memiliki jarak tempuh +27 Km dari
pusat Kota Majalengka dengan luas +100 m2. Rumah Adat
Panjalin ini merupakan peninggalan sejarah atau objek wisata budaya pada
masa lampau dari Eyang Sanata, Rumah Adat Panjalin ini hampir sama
dengan rumah Adat Minahasa, Rumah Adat Panjalin pada masa dulu di beri
nama alas panjalin yang artinya “hutan rotan”. Rumah adat ini hampir
punah karena peninggalan benda-benda yang ada sudah tidak ada karena
kurangnya perhatian dari pemerintah setempat dan kurangnya pengelolaan.
Akses menuju lokasi rumah adat panjalin ini tidak sulit namun kondisi
jalan menuju lokasi tersebut kurang baik dan tidak adanya angkutan umum
yang menuju lokasi wisata budaya tersebut. Pengunjung yang datang ke
Rumah Adat Panjalin masih ada meskipun tidak terlalu banyak, di
hari-hari tertentu seperti malam jumat adanya pengunjung yang menginap
di Rumah Adat Panjalin tersebut. Tidak adanya fasilitas penunjang yang
terdapat di Rumah Adat Panjalin. Untuk dapat masuk ke rumah adat
panjalin iini tidak ada pungutan biaya atau tidak di kenakan tiket.
c. Hutan Lindung Patilasan Prabu Siliwangi
Hutan
Lindung Patilasan Prabu Siliwangi berada di Kelurahan Pajajar,
Kecamatan Rajagaluh dengan luas mencapai +3 Ha yang dibangun pada tahun
2000/2001. Jarak dari pusat Kota Majalengka menuju lokasi objek
wisata +21km. Patilasan Prabu Siliwangi pada zaman dahulu merupakan
suatu tempat peristirahatan Prabu Siliwangi dan konon katanya menurut
masyarakat sekitar merupakan tempat menghilangnya Prabu Siliwangi. Dalam
kawasan wisata ini terdapat dua talaga (Talaga Emas dan Talaga
Pancuran) yang dianggap airnya suci oleh masyarakat sekitar dan
pengunjung, sehingga sebelum melakukan ritual di patilasan tersebut
pengunjung diharuskan mandi bersih di dua talaga tersebut. Selain talaga
dan patilasan Prabu Siliwangi, dikawasan wisata ini juga terdapat pohon
bambu peninggalan soekarno yang dari tahun ke tahun berjumlah 5 buah
(tumbuh 1, mati 1) serta adanya kolam pemandian bagi pengunjung. Selain
keindahan alam, pengunjung dapat menyaksikan kera-kera liar di sekitar
kawasan ini dan berbagai jenis ikan langka yang terdapat di balong
Cikahuripan. Selain itu di kawasan ini terdapat arena outbond (camping),
kolam renang dan situ cipadung yang berbatasan langsung dengan Desa
Indrakila Kecamatan Sindang.
d. Makam Buyut Kyai Arsitem
Terletak
di Desa Sumber Wetan Kecamatan Jatitujuh dengan jarak tempuh +37 Km
dari pusat Kota Majalengka yang memiliki luas +450 m2. Objek
wisata ini merupakan wisata budaya (ziarah) yang merupakan makam Buyut
Kyai Arsitem dipercaya oleh masyarakat akan mendapat berkah setelah
berziarah ke makam tersebut. Makam ini ada hubungannya dengan sumur
sindu, setiap pengunjung yang datang harus mandi di sumur sindu untuk
membersihkan atau mensucikan diri kemudian berziarah ke Makam Buyut Kyai
Arsitem. Akses menuju lokasi tersebut kurang baik seperti jalan yang
rusak dan belum adanya angkutan umum yang menuju lokasi tersebut.
Pengunjung yang datang ke tempat ini tidak hanya dari Kabupaten
Majalengka melainkan dari kabupaten-kabupaten di sekitarnya seperti dari
Kabupaten Indramayu.
e. Makam Eyang Natakhusuma
Eyang
Natakhusuma merupakan tokoh sejarah kebudayaan pada masa kerajaan
Talaga Manggung. Makam Eyang Natakhusuma Terletak di Desa Talaga Wetan
Kecamatan Talaga dengan jarak tempuh +26 Km dari pusat Kota Majalengka
yang memiliki luas +2 Ha. Akses menuju lokasi Makam Eyang Natkhusuma
kurang baik dimana kondisi jalannya berupa jalan tanah. Fasilitas yang
ada di lokasi tersebut masih kurang memadai seperti lahan parkir dan
fasilitas lainnya. Pengunjung yang datang untuk berziarah ke lokasi
tersebut bukan hanya dari Kabupaten Majalengka saja melainkan dari luar
Kabupaten Majalengka seperti dari Kabupaten Cirebon dan Kabupaten
Indramayu.
f. Makam Buyut Israh
Terletak
di Desa Sukasari Kidul Kecamatan Argapura dengan jarak tempuh +15 Km
dari pusat Kota Majalengka yang memiliki luas +2 Ha. Akses menuju lokasi
Makam Buyut Israh kurang baik dan belum adanya angkutan umum yang
menuju lokasi tersebut, melainkan hanya ada ojek. Pengunjung yang datang
ke Makam Buyut Israh pada hari biasa hanya beberapa orang saja, namun
pada bulan tertentu seperti bulan rayagung pengunjung yang datang ke
lokasi terebut bisa mencapai 500 orang/hari, dan adanya sebuah hajat
yang disuguhkan oleh pengelola makam Buyut Israh tersebut. Fasilitas
dilokasi tersebut hanya terbatas seperti hanya ada toilet, dan musola.
Pada umumnya pengunjung yang datang hanya untuk berziarah dan meminta
keberkahan.
g. Sumur Sindu
Terletak
di Desa Sumber Wetan Kecamatan Jatitujuh dengan jarak tempuh +37 Km
dari pusat Kota Majalengka yang memiliki luas +150 m2. Objek
wisata ini merupakan peninggalan budaya yang merupakan sebuah sumur
keramat yang airnya dipercaya oleh masyarakat sekitar untuk membersihkan
atau mensucikan diri. Akses menuju lokasi tersebut kurang baik seperti
jalan yang rusak dan belum adanya angkutan umum yang menuju lokasi
tersebut. Fasilitas di objek wisata budaya ini sangat kurang. Untuk
pengunjung yang datang ke lokasi wisata budaya tersebut relatif banyak,
untuk hari malam jumat kliwon mencapai 10-50 orang, sedangkan untuk hari
besar seperti muludan mencapai 100 orang pengunjung yang datang dan
dari pihak pengelola atau kuncen menyuguhkan wayang kulit sebagai
hiburan pengunjung. Tiket untuk masuk ke lokasi tersebut tidak di target
melainkan hanya sebatas infak.
h. Sumur Dalem
Sumur
Dalem terletak di Desa Pilangsari Kecamatan Jatitujuh dengan jarak
tempuh +33 Km dari pusat Kota Majalengka yang memiliki luas +100 m2.
Objek wisata ini merupakan objek wisata budaya yang merupakan sebuah
sumur keramat yang airnya dipercaya oleh masyarakat sekitar untuk
memintah berkah. Akses menuju lokasi tersebut kurang baik seperti jalan
yang rusak dan belum adanya angkutan umum yang menuju lokasi tersebut,
selain itu lokasi yang berada di tengah hutan dan jauh dari pemukiman
warga sekitar. Namun pengunjung yang datang ke tempat lokasi wisata
budaya tersebut masih ada, setiap pengunjung yang datang ke tempat
wisata tersebut di antar oleh juru kunci (kuncen).
i. Makam Pangeran Muhammad
Makam
Pangeran Muhamad yang menempati area seluas sekitar 4.150 m² terletak
di Kampung Cicurug, Desa Cicurug – Kabupaten Majalengka. Di tengah area
persawahan di daerah perbukitan yang berjarak sekitar 3 km dari pusat
Kota Majalengka. Pangeran Muhammad merupakan utusan Sunan Gunung Djati
dalam menyebarkan agama Islam di daerah Majalengka. Area pemakamannya
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu halaman parkir, halaman yang berisi
makam-makam juru kunci, dan makam Pangeran Muhamad. Makam Pangeran
Muhamad terletak di bagian paling belakang atau paling utara. Di sini
Anda akan mendapatkan satu bangunan cungkup permanen berukuran 5 x 6 m,
berlantai keramik putih, dan beratap genting. Makamnya ditandai dengan
adanya jirat dan dua nisan yang terletak di bagian utara dan selatan
jirat. Jirat tersebut merupakan bangunan berdenah segi empat berteras
tiga. Jirat dibuat dari bahan permanen dengan permukaan dilapisi
keramik. Nisan dibuat dari batu pipih dengan bentuk dasar segi empat dan
pada bagian atas berbentuk undakan yang diakhiri bentuk rata pada
bagian atasnya. Uniknya, makam ditutup dengan kelambu berwarna putih
yang disangga empat tiang besi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar