Makam Panembahan Kalibening, yang sering disebut Makam mBah
Kalibening atau Makam Kalibening, merupakan makam tua yang berada di
perbukitan Desa Dawuhan, di Kecamatan dan Kabupaten Banyumas. Jika
ditarik garis lurus, Makam Panembahan Kalibening ini berjarak sekitar 600 meter dari tepian Kali Serayu.
Sedikit ke atas dari Makam Panembahan Kalibening terdapat Sumur
Pasucen yang airnya luar biasa bening tanpa cela. Sumur Pasucen
sepertinya lebih tepat disebut sebagai Umbul Pasucen, karena merupakan
mata air aktif yang airnya terus menerus keluar dan meluap melewati
batas atas dindingnya.
Ada pula Pendopo dan Museum Kalibening, yang pelatarannya menjadi
tempat parkir ketika saya berkunjung. Namun Museum Kalibening hanya
dibuka sekali setahun pada saat bulan Maulud, bertepatan dengan ritual
jamasan pusaka peninggalan Panembahan Kalibening berupa keris, tombak,
dan kayu berbentuk dan berukir naga, serta pusaka lainnya.
Parkir Makam Panembahan Kalibening berada sekitar 5 km dari Alun-alun Banyumas, arah ke Barat, melewati Makam R. Joko Kaiman
sekitar 300 meter, belok ke kanan di pertigaan, lalu ke kiri mengikuti
jalan. Jalan menanjak tajam sekitar 200 meter sebelum parkir, ketemu
pertigaan, 30 meter ke kiri adalah halaman parkir pendopo. Lurus ke atas
adalah trap-trapan undakan ke Makam Panembahan Kalibening.
Tepat sebelum tanjakan terakhir itu terdapat papan tengara rumah
Kuncen Makam Panembahan Kalibening. Setelah memberitahu kuncen bernama
Ardja Semita yang ternyata umurnya sudah sepuh, kami pun menunggu di
pendopo.
Pendopo tradisional cantik yang berada tepat di depan Museum Kalibening,
dengan empat soko guru dan pilar-pilar penunjang. Pada blandar terdapat
torehan aksara berbunyi “Keblat papat gapuraning praja”, kiblat empat
gapuranya negri.
Jika saja lantai pendopo yang kotor itu rajin dibersihkan, akan
sangat nyaman untuk duduk-duduk atau rebahan di lantai pendopo untuk
meluruskan punggung. Bangku satu-satunya yang ada di pendopo lebih
sebagai meja karena bisa patah jika diduduki. Lama menunggu, dan tidak
bisa duduk nyaman di pendopo, saya pun melangkah lebih dulu ke pertigaan
di bawah undakan.
Undakan di pertigaan yang menuju ke Makam Panembahan Kalibening dan
Sumur Pasucen. Menunggu kuncen beberapa saat di sana namun tidak muncul
juga, mulailah saya mendaki undakan. Setelah menapak puluhan undakan
barulah kuncen Ardja Semita muncul di ujung bawah undakan.
Agak was-was juga melihat kakek yang sudah sepuh itu menaiki undakan
menggunakan tongkat. Ketika ia sampai di tempat saya menunggu, nafasnya
sudah sedikit memburu dan pendek-pendek. Beriringan kami pun meneruskan
langkah kaki menapaki undakan yang ternyata masih lumayan jauh.
Jalan berbatu ke Makam Panembahan Kalibening yang baru saja kami lalui
selepas dari undakan yang pertama. Beberapa kali kami berhenti untuk
mengatur nafas.
Undakan terakhir dengan kemiringan tajam sebelum sampai di Makam
Panembahan Kalibening yang cungkupnya sudah terlihat dari bawah.
Di sebelah kanan depan cungkup Makam Panembahan Kalibening terdapat
pendopo yang bisa digunakan sebagai tempat para peziarah sejenak
beristirahat sebelum dan setelah berkunjung.
Pendopo di kanan depan Makam Panembahan Kalibening itu yang sudah
terlihat agak reot. Sejenak kami beristirahat di sini sebelum melangkah
masuk ke cungkup makam.
Adanya pendopo ini sangat membantu pengunjung setelah lelah mendaki
bukit yang lumayan tinggi hingga sampai ke tempat ini. Bekal minumanpun
dikeluarkan untuk melicinkan tenggorokan.
Apakah anda sampai ke sumur pasucen ?
BalasHapus